Polri menyatakan tengah mendalami dua perusahaan produsen obat yang terbukti menggunakan bahan baku etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Pendalaman yang dimaksud mengarah pada proses pelanggaran tindak pidana kedua perusahaan yang masih dirahasiakan itu.
Dugaan pelanggaran tindak pidana dua perusahaan itu pertama kali diungkapkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) kemarin (24/10).
"Sedang kami dalami bersama-sama BPOM," kata ketua tim khusus Polri, Brigjen Pipit Rismanto, kepada Alinea.id, Senin (24/10) malam.
Pipit menjelaskan, sebagai langkah awal penindakan, BPOM juga telah melakukan operasi pasar atau sidak untuk memastikan obat yang dilarang tidak lagi beredar. Diketahui, terdapat ratusan obat sirup mengandung EG dan DEG berlebih yang dilarang.
"Untuk kegiatan tersebut (sidak) sudah dilakukan oleh BPOM," ucap Pipit yang juga selaku Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri itu.
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan menindaklanjuti industri farmasi yang melanggar ketentuannya tentang peredaran obat yang mengandung cemaran senyawa kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas.
"Kami sudah mendapatkan dua industri farmasi yang akan kami tindaklanjuti menjadi pidana. Kedeputian IV Bidang Penindakan BPOM sudah kami tugaskan untuk masuk ke industri farmasi tersebut, bekerja sama dengan kepolisian dan akan segera melakukan penyidikan untuk menuju pada perkara pidana dalam hal ini," kata Kepala BPOM, Penny Lukito, dalam paparannya usai rapat terbatas (ratas) di Istana Bogor, Jawa Barat (Jabar), pada Senin (24/10).
Kendati demikian, Penny belum memberikan keterangan detail terkait dua industri farmasi yang dimaksud. Dirinya hanya mengatakan, produk perusahaan farmasi tersebut terindikasi mengandung cemaran EG dan DEG dalam kadar membahayakan.
"Ada indikasinya bahwa kandungan dari EG dan DEG di produknya itu tidak hanya dalam konsentrasi sebagai kontaminan, tapi sangat-sangat tinggi dan tentu saja sangat toksik. Dan itu bisa tepat diduga bisa mengakibatkan ginjal akut," papar Penny.
Lebih jauh, Penny menyebut, BPOM melakukan pengujian secara hati-hati sebagaimana pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Adapun daftar obat-obatan yang berbahaya dan tidak nantinya bakal disampaikan secara resmi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
BPOM, sambungnya, juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menindaklanjuti peredaran jenis obat yang dinyatakan mengandung senyawa kimia berbahaya. Publik pun diimbau berhati-hati dalam membeli obat, khususnya melalui platform jual beli daring (e-commerce).
"Tiga jenis obat dari lima yang tidak memenuhi syarat banyak dijual di online. Kami sudah lakukan kerja sama dengan Kominfo. Ada sekitar 1.400 tautan yang akan kami lakukan tindak lanjut sebagai bagian dari cyber patrol BPOM," papar Penny.
Penny mengklaim, pengawasan oleh BPOM sesuai ketentuan internasional dan tata cara pembuatan obat di Indonesia. Namun, BPOM turut menekankan tanggung jawab produsen dalam melakukan kajian dan pengujian atas cemaran terhadap bahan baku yang digunakan sebagai pelarut obat-obatan.
Meskipun demikian, Penny berdalih, belum ada standar internasional yang mengatur tentang pengujian senyawa EG dan DEG sehingga belum pernah dilakukan pengujian. Oleh karena itu, standar yang ada saat ini dinilai perlu dikembangkan dan akan menjadi bagian dari upaya pengawasan BPOM terhadap sampel produk obat yang akan dan telah diedarkan.
"Intinya, BPOM sudah melakukan pengawasan sesuai aturan yang ada. Tapi, melihat kondisi yang ada sekarang, standar harus diperkuat lagi," pungkas dia.